Dijadikan Proyek PL Atas Perintah Ketua KPUD Depok : Kasus Korupsi KPUD Kota Depok Dana Sosialisasi Pilkada Tahun 2015 Harus Dilanjutkan Pemeriksaannya

 

Dijadikan Proyek PL Atas Perintah Ketua KPUD Depok : Kasus Korupsi KPUD Kota Depok Dana Sosialisasi Pilkada Tahun 2015 Harus Dilanjutkan Pemeriksaannya



Dijadikan Proyek  PL Atas Perintah Ketua KPUD  Depok :
Kasus Korupsi KPUD Kota Depok Dana Sosialisasi Pilkada  Tahun 2015 Harus Dilanjutkan Pemeriksaannya

Depok, SI 
 
Kejari Depok harus melanjutkan kembali pemeriksaan terhadap pejabat-pejabat lainnya di KPUD Kota Depok, sebab pejabat PPK Fajri Asrigita Fadillah  yang sudah divonis oleh PN   Tipikor Bandung, terkesan hanya menjadi korban yan ditumbalkan saja  oleh pihak KPUD Kota Depok. kata sejumlah aktivis LSM Anti Korupsi Kota Depok,  menjelaskan baru-baru ini.
Sebab berdasarkan pemeriksaan fakta persidangan di PN Tipikor Bandung menjelaskan terjadinya tindak pidana korupsi tersebut adalah atas perintah langsung dari  Ketua KPUD Kota Depok Titik Nurhayati, sehingga proyek sosialisasi Pilkada Kota Depok tahun 2015 lalu  itu dibuat menjadi proyek Penunjukan Langsung (PL), harusnya proyek tersebut  melalui proses tender lelang, karena nilai proyeknya sebesar Rp.2,2 Miliar Demikian hasil penjelasan para saksi-saksi dan terdakwa Fajri Asrigita Fadillah  selaku PPK di PN Tipikor Bandung, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, saat persidangan pokok perkara di PN Tipikor Bandung beberapa waktulalu, Ketua KPU Depok Titik Nurhayati dpicecar oleh hakim saat menjadi saksi kasus korupsi dana iklan Pilkada Depok 2015 senilai Rp 2,2 miliar. Titik tidak bisa berkutik saat dicecar soal perannya melakukan penunjukan langsung (PL)  dalam proyek tersebut, padahal aturan tidak memperbolehkannya.
Demikian hal tersebut terungkap dalam sidang kasus korupsi dana iklan dan sosialisasi Pilkada Depok tahun 2015 senilai Rp 2,2 miliar. Dalam sidang yang dipimping ketua mejelis hakim  Martahan Pasaribu tersebut, ketika itu  dihadirkan terdakwa Fajri Asrigita Fadillah. Sidang digelar di ruang III Pengadilan Tipikor Bandung, Senin 7 November 2016 lalu.
Menurut hakim anggota, Naisyah Kadir, yang menjadi pokok dakwaan adalah pelaksanaan penunjukan langsung oleh saksi yang Ketua KPU Depok kepada terdakwa Fajri yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek tersebut. Saksi Titik berkilah, penunjukan langsung tersebut dilakukan karena terjadi gagal lelang, sementara waktu sudah mepet. Kemudian masalah tersebut dikonsultasikan kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang menyebutkan secara lisan memperbolehkannya.
Setelah itu, proyek iklan dan sosialisasi Pilkada Depok tahun 2015 senilai Rp 2,2 miliar dilaksanakan. Namun, tidak lama kemudian datang surat resmi dari LKPP bahwa penunjukan langsung itu tidak diperbolehkan. "Sudah jelas penunjukan langsung itu tidak diperbolehkan, tapi tetap saja dilaksanakan," ujar hakim Naisyah Kadir kepada saksi.
Naisyah Kadir pun menyebutkan terdakwa Fajri melakukan kegiatan itu atas penunjukan dari Ketua KPU. "Terdakwa bergerak atas penunjukan langsung, jadi Ketua KPU yang menunjuknya juga harus mempertanggung jawabkannya," ujarnya.
Tidak hanya hakim Naisyah Kadir, hakim anggota lainnya Basyari Budi juga mempertanyakan kenapa dilakukan penunjukan langsung padahal tidak diperbolehkan. Terdakwa terjerat masalah hukum karena ada perintah penunjukan langsung dari ketua KPU. Meski begitu, Titik menyangkal bahwa kesalahan penunjukan langsung ada pada dirinya. Menurut dia, masalah penunjukan langsung itu bisa dilakukan berdasarkan hasil konsultasi dengan LKPP.
Seperti diketahui, Fajri Asrigita Fadillah, didakwa korupsi dana iklan dan sosialisasi Pilkada Depok 2015 lalu, senilai Rp 2,2 miliar. Saat itu terdakwa menjadi PPK dalam penggunaan anggaran dana iklan Pilkada Depok 2015 lalu tersebut. Fajri didakwa telah mengubah pengadaan barang dan jasa yakni berupa iklan di media cetak dan televisi yang seharusnya dilakukan melalui lelang menjadi penunjukan langsung (PL). Penunjukan itu diduga ada permainan, sebab sebelumnya pelelangan dilakukan November 2015 dan diulur sehingga waktunya menjadi mepet. Dengan dalih itu dilakukan penunjukan langsung kepada agensi iklan Big Daddy untuk mengerjakan paket iklan tersebut senilai Rp 2,2 Miliar.
Akibat penunjukkan langsung ini, Fajri diduga mengambil keuntungan sebagian dana dan merugikan keuangan negara. Salah satu keuntungan di antaranya untuk biaya debat pasangan calon dan iklan Pilkada Depok di stasiun tv lokal, Fajri menggelontorkan anggaran sebesar Rp 1,5 Miliar. Namun, nyatanya, dana yang dibutuhkan yakni untuk iklan hanya Rp 132 juta, dan untuk beberapa sesi debat calon sekitar Rp 290 juta. Jadi, ada perbedaan besaran dana yang dilaporkan. Sementara di stasiun televisi nasional anggaran tayang untuk debat dilaporkan sekitar Rp 400 juta. Padahal biaya tayang debat di stasiun itu hanya sekitar Rp 200 juta
Diduga Korupsi Anggaran Pilkada, Ketua KPUD Depok Ditetapkan Tersangka

Sementara itu, adanya tudingan berita hoax terkait pemberitaan disalah satu media online, yang menuding bahwa Ketua KPUD Kota Depok Titik Nurhayati terlah dijadikan sebagai tersangka oleh penyidik dari Seksi Pidsus Kejari  Depok beberapa waktu lalu. Dalam pemberitaan tersebut seolah-olah bahwa Ketua KPUD Kota Depok telah difitnah dan dicemarkan nama baiknya. Namun publik bertanya, kalau memang hal itu merupakan berita hoaxs, kenapa pembeuat berita tersebut tidak dilacak dan dilaporkan kepada pihak kepolisian oleh kejaksaan maupun oleh Ketua KPUD Kota depok Titik Nurhayati? Demikian celoteh sejumlah LSM di Kota Depok.
Sebelumnya yang berjudul  beredar berita 'Diduga Korupsi Anggaran Pilkada, Ketua KPUD Depok Ditetapkan Tersangka' di portal berita kriminalitas.com disebutkan bila Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Depok, Titik Nurhayati telah ditetapkan sebagai tersangka dukaan korupsi anggaran pilkada Depok 2015. Media daring tersebut mengutip pernyataan dari Kasi Pidsus, Kejari Depok, Daniel De Rozari. Cuplikan beritanya sebagai berikut:
Sementara Kasi Pidsus, Kejari Depok, Daniel De Rozari menuturkan ketik itu, bahwa penetapan status tersangka kepada Titik Nurhayati itu ditetapkan oleh jajarannya setelah membedah berkas kasus korupsi yang menjerat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) KPUD Depok, Fajri Asrigita Fadillah yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung pada awal Januari 2017, lalu.
“Setelah berkas kami bongkar lagi, ada hal yang harus kami buktikan terkait kasus korupsi ini. Dan dari sana kami langsung tetapkan Titik Nurhayati jadi tersangka korupsi anggaran publikasi Pilkada Depok Tahun 2015. Dan ini yang akan kami tuntaskan sampai selesai,” tegasnya
Seperti dilansir dari Kricom.id, Kasi Pidsus saat dikonfirmasi Senin (9/10/2017) lalu, Ia mengungkapkan penetapan status tersangka kepada Ketua KPUD Depok itu dilakukan empat hari sesudah Titik Nurhayati menandatangani MoU dengan Kejati Jabar dan KPU Kabupaten/ Kota dengan Kejaksaan Negeri se-Jabar di bidang Perdata dan Tata usaha Negara, di Aula Setia Permana Bandung, Jawa Barat pada Rabu (4/10/2017) lalu.
Namun setelah pemberitaan terkait  mengenai status tersangka yang telah disematkan kepada Titik Nurhayati beredar luas, kemudian  dibantah oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Depok, Sufari. Ia menyatakan bahwa pada kasus dugaan korupsi anggaran pilkada Depok tahun 2015 tidak ada penetapan status tersangka baru, maka hal itu menjadi sangat aneh.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Depok, Sufari menegaskan, belum ada penetapan tersangka baru terkait kasus korupsi anggaran Pilkada Kota Depok 2015. “Tidak ada penetapan tersangka baru dari Kejaksaan Negeri Kota Depok,” kata Sufari kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Kemudian bantahan mengenai kabar itu diberikan pula oleh Kasi Pidsus, Kejari Depok, Daniel De Rozari yang namanya dicatut dalam pemberitaan media kriminalitas.com. Daniel menyatakan bahwa dirinya tidak pernah diwawancarai dan namanya telah dicatut oleh media online kriminalitas.com.
Berita yang berjudul “Diduga Korupsi Anggara Pilkada, Ketua KPUD Depok Ditetapkan Tersangka” tersebut, juga mencatut nama Kasi Pidana Khusus Kejari Kota Depok, Daniel De Rozari. Namun, saat dikonfirmasi, Danil mengaku tidak merasa diwawancara.
“Saya tidak pernah diwawancara, kok apalagi bertemu, saya sedang di Bandung,” kata Daniel kepada sejumlah wartawan ketika itu.(dip/red)