Gugatan Hasil Perselisihan Suara Jaro Ade Di MK : Pasangan Ade - Ingrid Dinilai Tak Memiliki Legal Standing Sebagai Pemohon

 

Gugatan Hasil Perselisihan Suara Jaro Ade Di MK : Pasangan Ade - Ingrid Dinilai Tak Memiliki Legal Standing Sebagai Pemohon


Gugatan  Hasil Perselisihan Suara Jaro Ade  Di MK :  
Pasangan Ade - Ingrid Dinilai Tak Memiliki Legal Standing Sebagai Pemohon
Cibinong, SI
Konstelasi politik pasca-Pilkada di Kabupaten Bogor masih terus berlanjut. Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perkara hasil pemilihan (PHP) Pilkada Kabupaten Bogor pada Kamis (26/7/2018) lalu, dengan nomor register: Kab. Bogor No 28/PHP.Bup-XVI/2018.
Gugatan diajukan oleh paslon nomor urut tiga (3) Jaro Ade - Ingrid Kansil (pemohon) kepada KPUD Kabupaten Bogor (termohon), dan kuasa hukum paslon nomor dua Ade - Iwan hadir sebagai pihak terkait. Dalam sidang itu dihadiri oleh masing-masing tim kuasa hukum.
Pihak pemohon (Ade-Ingrid) dalam gugatannya menyatakan adanya pelanggaran DPTb di 40 kecamatan, dan perubahan berita acara rekapitulasi hasil perhitungan suara setelah rapat pleno penetapan rekapitulasi hasil perhitungan suara di tingkat kecamatan, serta menduga ada penyalahgunaan wewenang oleh KPUD dan Panwaslu Kabupaten Bogor.
Agenda sidang MK ini hanya pembacaan permohonan. Dalam agenda sidang, Majelis Hakim mempertanyakan dua poin kepada pihak pemohon, yaitu pertama, apa dasarnya pihak pemohon mempermasalahkan DPTb, sehingga suara 65.000 dari paslon dua menjadi hilang, dan paslon 3 menjadi menang. Kedua, apa dasar pemohon mempunyai asumsi ada 77.000 jiwa hak pilih yang tidak dimasukan ke DPT.
Menyikapi sidang PHP tersebut, tim Advokasi dan Hukum HADIST menyatakan bahwa secara prosedural gugatan paslon nomor tiga tidak memiliki legal standing dan dasar hukum yang kuat. Permohonan tersebut dinilai terkesan terlalu dipaksakan.
"Secara prosedural dalam Peraturan No. 5/2017 tentang hukum acara MK Jo UU PHP No. 10/2016, paslon nomor tiga tidak memenuhi unsur untuk menggugat karena tidak mempunyai legal standing yang kuat. Menurut UU Pilkada, selisihnya harus 0,5 persen, padahal faktanya selisih suaranya yaitu 2,38 persen,” ujar Usep Supratman, Wakil Direktur Bidang Advokasi dan Hukum HADIST saat ditemui wartawan pasca-sidang.
“Dalam hal penyusunan gugatan ada error/kesalahan dan tidak punya landasan hukum, karena tidak ada korelasinya antara dasar gugatan dan yang dimohonkan (posita vs petitum gak nyambung),” tegas Usep lagi.
Menurut Usep, proses di MK belum selesai. Sebab tanggal 31 Juli masih ada sidang lagi, agendanya yaitu jawaban dari termohon dan terkait. “Nanti giliran kami yang akan menyampaikan jawaban detail dalam bentuk eksepsi,” papar Usep.
“Prediksi/keyakinan kami kalau jadi sidang pada tanggal 9-15 Agustus mendatang, sudah bisa kami ketahui bahwa gugatan pemohon itu pasti kandas dalam putusan dismisal, atau tidak masuk pokok perkara, dan gugatan paslon nomor tiga bakal ditolak oleh MK,” kata Usep, yang juga Bacaleg nomor satu untuk DPRD Kabupaten Bogor Dapil III ini.(jpnn/red)