Kadisdik Jabar Bantah Pungli PPDB Di SMA Depok

 

Kadisdik Jabar Bantah Pungli PPDB Di SMA Depok


Kadisdik Jabar Bantah Pungli PPDB di SMAN Depok
KBRN, Depok: Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (Jabar) Ahmad Hadadi membantah semua pungli yang terjadi di SMA Negeri Se-Kota Depok pada PPDB 2018.
Dirinya mengaku sudah melakukan cross-check ke sejumlah kepala sekolah di SMA Negeri Depok terkait pemberitaan yang massive di media massa mengenai praktik pungli itu dan tidak menemukan bukti. "Apa yang tertulis di media massa itu clear, bahwa kami tidak ada jual beli kursi. Bahkan saya dapat informasi dari kawan-kawan banyak LSM yang marah-marah karena tidak di fasilitasi. Mungkin mereka sudah minta uang kepada masyarakat," jelas Ahmad Hadadi kepada RRI, Senin (06/08/2018).
Dia juga mengatakan, pihaknya telah diperiksa oleh Inspektorat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Ombudsman RI berkaitan dengan hal itu. "Jadi ngga ada itu pungli dilakukan oleh oknum Kepsek SMA Negeri di lapangan. Kami tidak ada jual beli kursi disana," katanya.
Ahmad mengaku Disdik Jabar telah menekankan sejak awal kepada Kepsek tidak boleh ada pungutan selama PPDB. Tetapi dia tidak menampik partisipasi orangtua (ortu) setelah masuk proses belajar-mengajar. "Setelah proses belajar mengajar ortu diminta partisipasinya kan udah sesuai PP No 48 Tahun 2008," ungkapnya.
Terpisah, Kepala Sekolah SMAN 8 Depok Nurleli tidak membantah adanya dua kelas tambahan plus 9 Rombel sesuai Dapodik 2018. Penambahan 2 ruang kelas baru (RKB) ini, kata Nurleli karena daya tampung sekolah per rombel terbatas hanya 9 kelas, sementara masih banyak calon murid jalur WPS yang belum terakomodir.
Setelah dilakukan diskusi antar calon orangtua siswa, akhirnya menemukan kesepakatan, bahwa mereka bersedia mengeluarkan sejumlah dana dalam bentuk bantuan guna membangun 2 RKB.  "Kami ngga ada ruang kelas buat nampung 2 kelas lagi. Sehingga diskusilah mereka para ortu disitu. Dan keluar kesepakatan masing-masing ortu bersedia membayar Rp6.5 juta untuk membangun 2 ruang kelas baru sebagai tempat belajar 80 siswa tambahan tadi. Bukan Rp8 juta," ujar Nurleli saat ditemui RRI di SMAN 8 Cilodong, Depok.
Pantauan RRI, Pihak sekolah mengalih fungsikan ruang laboratorium komputer sebagai ruang kelas pertama. Lalu di renovasi berupa di duk untuk dilakukan peningkatan menjadi ruang kelas ke-2. "Lahan kami terbatas, sementara ruang laboratorium yang baru diresmikan tahun 2017 lalu itu belum sempat di pakai karena belum ada komputernya. Jadi kami pakai itu," katanya.
Dibagian lain, Kepala Perwakilan (Kaper) Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho mengatakan, pihaknya masih memeriksa data WPS yang diterima di SMAN 8. Karena pihaknya akan membanding satu persatu data yang mereka punya dengan yang ada di SMAN 8. "Kami masih lakukan konfirmasi soal data ini. Mungkin dalam jangka waktu 10-12 hari kedepan baru ketahuan hasilnya, karena harus di cek satu persatu," kata Teguh.
Dia menambahkan, dari semua laporan yang masuk ke Ombudsman Kaper Jakarta Raya terkait PPDB se Jabodetabek, tahun ini yang terbanyak adalah Kota Depok. "Ada 30 lebih laporan yang masuk ke kami. Tapi dari 30 itu, Depok yang terbanyak," beber Teguh. (RL)
Ombudsman: Dijualbelikan, 2 Kelas Tambahan SMAN 8 Depok Bisa Dibatalkan
KBRN, Depok: Ketua Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho mengatakan ternyata ada tambahan 2 ruang kelas baru (RKB) pada rombongan belajar (rombel) SMAN 8 di PPDB 2018.
Menurut Teguh, 2 RKB tambahan yang dibuka pihak sekolah dan diperjualbelikan ini, sangat mungkin dibatalkan. Kuat dugaan data pokok peserta didik (dapodik) 2 kelas tambahan tersebut tidak ada dasarnya. "Sangat bisa dibatalkan 2 kelas tambahan di SMAN 8 Depok ini. Karena dapodik di 2 kelas itu ngga ada dasarnya!," kata Teguh, saat dikonfirmasi RRI, Minggu (29/07/2018).
Pihaknya, lanjut Teguh, tengah mengkaji tindakan korektif dan tindakan lainnya terkait adanya jual-beli bangku di SMAN 8 Depok. Modusnya yakni dengan membuka 2 kelas baru setelah PPDB 2018 tingkat SMA berakhir. "Kami sedang selesaikan dulu kajiannya, termasuk tindakan apa yang akan kami lakukan. Baik sebagai tindakan korektif atau tindakan lainnya," ungkap Teguh.
Dengan begitu kata Teguh, diharapkan jual-beli bangku sekolah di SMA Negeri dengan modus seperti ini tidak lagi terjadi di SMAN 8 Depok, ke depannya.
Seperti diketahui, ada pungutan biaya sebesar Rp6,5-Rp8 juta bagi ortu siswa yang ingin anaknya diterima di SMAN 8 Depok. Dugaan pungli di sekolah yang berlokasi di Jalan Natsir, Cilodong, Kota Depok itu, kata Teguh diperkuat oleh laporan sejumlah ortu siswa yang enggan disebutkan namanya. "Kami sudah menerima laporan dan mendapat bukti mengenai hal itu," tandasnya.
Teguh mengatakan yang terjadi di SMAN 8 Depok adalah pihak sekolah membuka 2 RKB tambahan bagi siswa baru, setelah PPDB berakhir. Jika satu kelas adalah 36 siswa maka ada 72 bangku yang dibuka dan pada akhirnya diperjualbelikan. "Ini jelas-jelas jual beli bangku. Ada dua kelas tambahan tambahan yang diperjualbelikan," jelasnya.
Besaran jual-beli bangku memang mencapai Rp8 juta per siswa,  bisa melalui calo yang merupakan orang yang dekat dengan pihak sekolah.

"Ini memprihatinkan ya. Makanya Ombudsman RI sedang mempertimbangkan langkah yang akan diambil terhadap kasus SMAN 8 Depok. Agar kasus seperti ini tidak terjadi lagi," pungkasnya.
Seharusnya setelah PPDB tidak boleh ada lagi penambahan RKB pada rombel sekolah yang sudah ditetapkan di dapodik. Hal itulah menurutnya yang membuat peluang terjadi praktik jual-beli bangku sekolah. "Substansi PPDB kan untuk pemerataan. Kalau PPDB sudah selesai, tiba-tiba ada RKB tambahan, maka ini tidak benar. Dan ini persaingan bisnis tidak sehat terhadap sekolah swasta, yang jelas-jelas turut berkontribusi mencerdaskan anak bangsa," ungkapnya.
Teguh menduga 2 RKB tambahan di SMAN 8 Depok yang menyalahi substansi PPDB itu, diduga di buka khusus untuk siswa anak karyawan dan anggota Kostrad di Cilodong.  "Karena diduga tidak semua putra-putri mereka tertampung di sana, jadi dibuka 2 kelas tambahan. Dan 2 kelas tambahan ini akhirnya diperjualbelikan oleh pihak sekolah dan para calo kepada siapapun," bebernya.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMAN 8 Depok Nurlaely belum dapat dikonfirmasi mengenai hal ini. Yang bersangkutan tidak berada di sekolah pada Jumat (27/07). Dan handphone tidak dapat dijangkau. (RL)
PPDB Depok Bermasalah, Kejari Depok Merem  
KBRN, Depok : Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018 sudah selesai. Namun penyakit tahunan setiap ada kegiatan PPDB masih tetap berlangsung. Mulai dari praktek percaloan, mal administrasi hingga pungli dan gratifikasi, berjalan mulus di dunia pendidikan kota Depok.
Dampaknya masyarakat yang dirugikan. Banyak calon siswa dirampas haknya baik calon siswa yang daftar melalui jalur non akademik maupun calon siswa yang daftar melalui jalur akademik (online) karena praktik jual beli bangku sekolah ini.
Betapa tidak, demi memuaskan kelompok tertentu, panitia akhirnya menggeser hak calon siswa meskipun secara nim dan data (KETM, Prestasi dst) seharusnya memenuhi syarat diterima masuk di sekolah tersebut. Agar calon siswa titipan oknum itu bisa diakomodasi.
Sebab quota rombel tiap sekolah berbeda dan terbatas. Disisi lain animo masyarakat yang anak nya ingin bersekolah di negeri cukup tinggi.
Contoh kasus, mengenai quota calon siswa non akademik. Sesuai Permendikbud No 14 Tahun 2018, qouta non akademik minimal 20% dari daya tampung sekolah per rombel.
Berdasarkan rilis Dinas Pendidikan Jawa Barat, jalur non akademik minimal 20% itu, meliputi keluarga ekonomi tidak mampu (KETM), penghargaan maslahat bagi guru (PMG), anak berkebutuhan khusus (ABK), warga penduduk setempat (WPS) dan jalur prestasi.

Sementara jalur akademik adalah calon siswa yang memilih seleksi PPDB dengan menggunakan nilai hasil ujian nasional (NHUN).
Untuk calon siswa yang mendaftar melalui jalur WPS yakni jarak rumah terdekat dengan sekolah, misalnya. Salah satu orang tua (ortu) calon siswa inisial DJ hendak mendaftarkan anaknya masuk SMAN 3 melalui jalur WPS beberapa waktu yang lalu.
Waktu itu panitia PPDB yang bertugas mengatakan, bahwa jarak alamat rumah siswa terdekat yang sudah mendaftar adalah 300 meter. Karena DJ merasa alamat rumahnya lebih dari 800 meter dari sekolah akhirnya ia urung untuk mendaftarkan anaknya.
Panitia PPDB yang bertugas saat itu juga memepertegas kepada DJ karena jaraknya sudah terlalu jauh, sehingga tipis kemungkinan anaknya bisa diterima. Pertanyannya adalah berapa banyak jumlah calon siswa yang mendaftar di jarak 300 meter dari sekolah?. Lalu kemana sisa quota jalur WPS ini, seterusnya dengan jalus PMG dan KETM?.
Selanjutnya, contoh kasus penyalahgunaan KETM di SMAN 2 Depok. Calon siswa yang menggunakan KETM tidak sesuai fakta sebenarnya dapat masuk ke SMAN 2 Depok tanpa melalui mekanisme survey terlebih dahulu.
Setelah RRI melakukan serangkaian cross-check ke rumah ortu yang bersangkutan, ternyata apa yang dilaporkan warga yang tidak mau disebutkan namanya itu benar. Ortu siswa yang masuk melalui jalur KETM ke SMAN 2 ternyata memiliki rumah, mobil dan ortu siswa lengkap masih ada ayah dan ibu.
Terpisah, pihak kelurahan Mekarjaya juga tidak membantah telah mengeluarkan KETM kepada ortu siswa yang dimaksud. Sebagai informasi terdapat ratusan berkas KETM yang dikeluarkan Kel.Mekarjaya tahun ini untuk keperluan PPDB."Ada ratusan KETM. Iya untuk PPDB semua," kata Haji Safrudin, kepada RRI, di Kantor Kelurahan Mekarjaya.
Lebih jauh terkait quota PMG, salah satu guru SMPN inisial LDS mengakui bahwa tidak semua guru menyekolahkan anaknya disekolah yang sama tempat dia mengajar setiap tahun. Lalu kemana quota tersebut pergi!.
LDS mengatakan, pihaknya tidak mungkin membawa calon siswa titipan secara langsung tanpa mengundang perhatian orang terutama pers. Sehingga guru biasanya memakai jasa pihak ketiga untuk menjadi broker agar quota guru tersebut terpenuhi. "Guru ngga mungkin bawa daftar langsung. Biasanya dibelokkan dulu, ada orang khusus, biasanya diarahkan. Lalu uangnya di bagi dua," beber DLS.
Meskipun praktek percaloan, mal administrasi hingga gratifikasi di PPDB Depok tahun 2018 santer di beritakan di media massa. Namun tidak membuat pihak Kejaksaan Negeri Depok sebagai salah satu institusi penegak hukum bergeming. Ada apa?

Kepala Kejaksaan Negeri Depok, Sufari mengatakan pihaknya belum ada rencana untuk memanggil Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, terkait polemik ini. "Belum ada rencana pemanggilan," ujar Sufari singkat saat dikonfirmasi RRI, Kamis (19/7/2018).
Dibagian lain, rilis Ombudsman Republik Indonesia (ORI) selama Mei Juli 2018 ini ORI Perwakilan Jakarta Raya melakukan pengawasan dalam proses Penerimaan Siswa Baru (PPDB) di tingkat SD, SMP, dan SMA/K di wilayah Jabodetabek.
ORI juga menindaklajuti adanya dugaan pungutan liar (pungli) yang dilaporkan oleh warga. Salah satu laporan yang ditindaklanjuti adalah dugaan pungli terjadi di SMAN 13 Depok. Dimana setiap siswa baru dikenakan biaya Rp3 juta.
Ombudsman Jakarta Raya dalam waktu dekat akan mengumumkan seluruh temuannya kepada publik terkait sejumlah persoalan dalam penerimaan siswa baru. (RL/WDA)
Warga Miskin Geruduk Balaikota Depok Soal PPDB
KBRN, Depok: Puluhan warga miskin yang tergabung kedalam Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Kota Depok menggelar aksi unjuk rasa di Depan Balaikota Depok, Rabu (11/07) menuntut quota warga miskin pada PPDB 2018 naik dari semula minimal 20% menjadi minimal 50 persen. "Karena masih banyak warga miskin kami yang belum diterima masuk PPDB ke sejumlah SMPN di Depok karena alasan sudah penuh," kata Ketua DKR Roy Pangharapan, kepada Radio Republik Indonesia dilokasi aksi.
Permintaan menaikkan quota warga miskin ini lanjut Roy, bukan tidak beralasan. Dia menuding, Pemerintah Kota Depok mempolitisasi aturan Peremndikbud Nomor 14 Tahun 2018 Pasal 19 . "Didalam pasal 19 jelas, quota rakyat miskin paling sedikit 20 persen tetapi oleh Pemkot Depok diplintir menjadi paling banyak 20 persen. Sehingga tidak semua rakyat miskin bisa masuk," jelas Roy.
Padahal, sambung Roy, jumlah rakyat miskin yang mendaftar tidak melebihi quota. Sebagai contoh SMPN 5, total rombel yang diterima 315 orang. Yang mendaftar dari jalur miskin sebanyak 140 orang, yang diterima hanya 65 orang. "Dari 140 yang terkapar yang lainnya. Nah hari ini kami minta ke Pemkot Depok agar difasilirasi. Karena hak kami disitu, subsidi tepat sasaran yang disekolah itu," ungkap Roy.
Mediasi Tidak Memberi Solusi
Setelah massa DKR melakukan orasi selama 30 menit, salah satu pejabat Dinas Pendidikan Kota Depok mengundang perwakilan massa untuk berdiskusi. "Mereka (Disdik) Depok tidak bisa memberi solusi. Mau ngapain kita ditemuin kayak begituan coba. Kepala Dinasnya kemana?," katanya. "Kami iklas dicoret, kalau memang 60 orang calon siswa miskin ini terbukti tidak sesuai dengan data dan fakta. Ini perampokan hak kami di sekolah negeri," paparnya.
Roy menyebutkan pihaknya akan menggelar aksi yang lebih besar ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar melakukan pengawasan. Karena menurutnya sudah terjadi peyimpangan aturan terkait PPDB di Kota Depok 2018. "Kami meminta bertemu dengan Wali Kota Depok atau minimal Kadisdik untuk mencarikan solusi terkait masalah ini. Tetapi mereka ngga ada yang nongol. Mereka yang di Bandung aja respon terhadap warga miskin Depok, malah Pemkot Depok sendiri tidak?," tutup Roy. (RL/NYP)