Penerbitan
Pembaharuan Sertipikat HGB Oleh BPN Kab Bogor Diduga Cacat Hukum
Cibinong, SI
Kasus sengketa lahan
tanah over garap yang oleh Rusdianto dan Siti Aminah yang terletak di jalan
Anang Blok D-2 nomor 2-3 Kelurahan Sukahati, Kecamatan Cibinong, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, yang dibeli dari penggarap sebelumnya atas nama Pahrudin,
Sri Hartari dan Naiman pada tahun 2012 silam,kini menuai polemik.
Pasalnya, kasus
tersebut bermula dengan adanya penerbitan sertipikat pembaharuan atas kedua HGB
dengan nomor 5586/Sukahati dan sertifikat HGB nomor 5587/Sukahati atas nama Drs
Haji Feisal Tamin selaku pemohon, yang diterbitkan oleh Kantor ATR/BPN Kabupaten Bogor pada 9 Juni 2016 lalu, diduga
cacat hukum.
Menurut kuasa hukum
dari kedua korban yakni John Pieter Simanjutak dan Rekan, yang berkantor dekat
Mall Jambu Dua tersebut, Rekan Viktor mengatakan, berawal dari kliennya yang
sebelumnya telah membeli lahan over alih garap di jalan Anang Blok D-2 nomor
2-3 Kelurahan Sukahati, kecamatan Cibinong Kab Bogor tersebut. Dimana, kliennya
itu mengaku jika pembelian lahan itu dibelinya dari penggarap sebelumnya yaitu
Pahrudin, Sri Hartati, dan Naiman pada tahun 2012 silam. Ternyata, belakangan
ini baru diketahui bahwa tanah itu tidak memiliki sertipikat HGB.
“Klien kami ini kan
membeli lahan over alih garap dari pemilik sebelumnya dan itu jelas tidak ada
sama sekali surat sertipikat HGB-nya. Tapi kenapa belakang ini, adanya
sertipikat HGB atas nama Feisal Tamin yang diketahui sejak tahun 2010 lalu atas
nama tersebut telah berakhir Surat Sertifikat HGBnya, sehingga di tahun 2015
pemilik surat HGB yang telah habis itu kembali mengunjungi lokasi tanah tersebut
karena mereka itu merasa jika lahan tersebut masih milik HGB nya dia,” kata
Viktor kepada beritautama.net, Rabu (15/2/2018) lalu.
Menurut dia, lantaran
status HGB yang telah habis atas nama Feisal Tamin itu telah habis sejak 2010
silam, secara otomatis jika lahan tersebut berstatus tanah bebas untuk digarap
oleh siapapun. Namun anehnya, orang tersebut kembali membuat permohonan
pembaharuan HGB diatas tanah kliennya itu pada tahun 2016.
“Dia (Feisal,red)
mengajukan pembaharuan kembali HGB atas lahan diatas bangunan milik klien kami
ini. Dan saat pengajuan itu mereka sempat melakukan mediasi kepada klien kami
yang berlangsung di kantor pertanahan di
Jalan Bumi Tegar Beriman Cibinong, akan
tetapi mediasi itu tak menuai titik terang. Sehingga, mereka Faisal Tamin ini
tetap saja mengajukan pembaruan sertipikat HGB tersebut yang di dalamnya
terdapat keterangan-keterangan yang diduga palsu atau rekayasa,” ujarnya.
Dimana permohonan yang
dilampirkan kleh pemohon Drs Haji Feisal Tamin yang dianggap dirinya diduga
palsu antara lain, surat pernyataan tidak sengketa, bahwa terdapat sengketa
antara pemohon dengan kliennya itu atasnama Rusdiantob dan Siti Hasanah karena
hasil dari mediasi yang dilakukan di Kantor BPN adalah gagal.
Adapun, surat pernyataan pernyataan penguasaan fisik bidang dari pemohon tanggal 2 Februari
2016, bahwa tanah yang dimohonkan masih penguasaan Siti Hasanah dan Rusdianto
dengan cara membangun rumah diatasnya, serta dugaan yang terakhir terkait surat
pernyataan yang dimohonkan masih berupa tanah kosong bahwa berdasarkan fakta
diatas tanah yang dimohon telah berdiri bangunan rumah diatasnya yang dibangun
oleh Rusdianto dan Siti Hasanah.
“Jelaskan kan dari
dasar ketiga poin itu jika pemohon saat mengajukan pembaharuan sertipikat HGB
ke kantor BPN terdapat adanya dugaan data-data palsu yang dilampirkan oleh
Feisal Tamin tersebut. Maka dari itu kita akan gugat dan meminta untuk Pol PP
kabupaten Bogor maupun instansi terkait agar menunda eksekusi pembongkaran
terhadap bangunan milik klien kami ini. Karena kami anggap sertipikat itu
adalah real cacat hukum,” tuturnya.
Sementara salah satu
staf Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada Satpol PP Kabupaten Bogor,
Yudiis mengaku, dalam hal ini jika pihaknya sebagai bawahan hanya sebatas
menjalankan tugas dari atasan semata. Dikarenakan, pelimpahan berkas dari Dinas
Tata Bangunan yang saat ini menjadi Dinas Pemukiman Kabupaten Bogor.
“Kalau kami si hanya
menjalankan tugas saja dengan melayangkan ketiga Surat Peringatan kepada kedua
pemilik bangunan diatas lahan sertipikat HGB tanpa tahu menahu perihal sengketa
tersebut,” kata Yudiis.
Lebih lanjut dia
menerangkan, sebelum adanya eksekusi pembongkaran itu pihaknya mengaku
bersependat agar permohonan yang dilakukan oleh kuasa hukum dari pemilik
bangunan rumah diatas lahan tersebut, terlebih dulu digelar mediasi dari
beberapa pihak terkait termasuk kepolisian dan Dinas Tata Bangunan.
“Siap kami menerima
permohonan agar dilakukan mediasi terlebih dulu sebelum eksekusi pembongkaran
dilakukan. Namun saya tidak dapat memutuskan karena itu kewenangan atasan kami
yakni Kepala Bidang (Kabid) dan Kasat Pol PP sebagai pimpinan kami disini. Tapi
akan kita bantu agar mediasi ini dapat dilakukan,” akunya.
Senada, Kabid Penegakan
dan Perundang-Undangan Daerah pada Satpol PP Kabupaten Bogor, Ridho
mengungkapkan, pada prinsipnya kalau jika pihak penegak perda yang kaitannya
hanya perihal penekan sesuai peraturan daerah. Jadi secara prosedur, dirinya
bersependapat agar permasalahan itu dapat diselesaikan terlebih dulu.
“Sehingga apakah nanti,
hasil dari pertemuan itu ada penyelesaian dari kedua belah pihak. Yang penting
perihal ini kita melakukan tugas sesuai prosedural dan pelimpahan berkasbdari
Dinas Tata Bangunan untuk melayangkan SP1 hingga 3 kepada pemilik bangunan diatas
lahan tersebut,” singkatnya.(ifan/dip/red)