Pemberi dan Penerima Suap Harus Sama-Sama Ditangkap : Asosiasi Gabpeksi Kota Depok Beberkan Adanya Pungli di UPT 1 Sawangan Dinas PUPR

 

Pemberi dan Penerima Suap Harus Sama-Sama Ditangkap : Asosiasi Gabpeksi Kota Depok Beberkan Adanya Pungli di UPT 1 Sawangan Dinas PUPR


Pemberi dan  Penerima Suap Harus Sama-Sama Ditangkap :
Asosiasi Gabpeksi Kota Depok Beberkan  Adanya Pungli di UPT 1 Sawangan Dinas PUPR


    Ketua Gabpeksi Kota Depok : Walsem Nainggolan (Direktur CV.Asrid)

Depok, SI
Sekertaris Umum (Sekum) BPK Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia (GABPEKSI) Cabang Kota Depok dari CV Astrid mengeluhkan kepedulian Pemkot Depok melalui UPT Dinas PUPR Kota Depok terhadap keberlangsungan beberapa anggota Asosiasinya yang sampai saat ini belum juga mendapat kegiatan (proyek).
Namun disisi lain, kata Astrid, ada beberapa pelaku jasa konstruksi yang mendapat proyek berlebih, bahkan samapaim4o paket PL, karena memang memberikan Upeti sebagai pelicin. Hal seperti ini terjadi hampir setiap tahun dan belum ada indikasi akan dilakukan pembenahan. "Jadi sangat aneh di UPT ini, ada kontraktor yang belum dapat kegiatan, tapi kontraktor lain ada yang sampai muntah-muntah. Dari 60 anggota Asosiasi GABPEKSI baru 15 kontraktor yang sudah dapat kegiatan," kata Astrid kepada RRI, di BJB Cabang Depok, Jalan Margonda Raya, Depok,  (23/08/2018) lalu.
Adanya Usnur Penyalah Gunaan Wewenang dari Pejabat
Astrid mencontohkan, di UPT 1 PUPR bahkan ada beberapa kontraktor yang sudah tidak memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU) bisa mendapat kegiatan. Dia menuding ada kongkali-kong (KKN)  antara kontraktor dengan Kepala UPT 1 terkait hal itu.
Padahal, lanjut Astrid untuk membuat sebuah perusahaan (CV) kontraktor mengeluarkan biaya minimal Rp10 juta. Ini belum termasuk biaya surat-surat lainnya seperti SKA, SKT dan lainnya. "Sepertinya ada unsur kesengajaan dari pihak Pemkot Depok ingin mematikan para pelaku jasa konstruksi," ujarnya.
Kemudian, UPT 1 juga memberi kegiatan kepada beberapa anggota GABPEKSI meskipun Keterangan Tanda Anggota (KTA) yang bersangkutan tidak ditandatangani oleh Ketua Asosiasi GABPEKSI Cabang Depok Pahala Saragi. "Dari GABPEKSI Depok juga ada. Yang bersangkutan sudah tidak lagi memiliki legalitas perusahaan yang sah, tapi dia dapat kegiatan, lalu kemudian dijual ke pihak ketiga lagi. Jadi dia sudah bertindal sebagai calo donk," bebernya.
Pungli di UPT 1
Astrid mengatakan, setiap kegiatan Penunjukan Langsung (PL), kontraktor wajib membayar buku kontrak sebesar Rp.2 juta. Kemudian biaya kordil saat PHO sebesar Rp.150 ribu per titi, hal itu sudah berlangsung lama, aparat penegak hukum mengetahui hal itu.. "Itu buku biaya buku kontrak ngga pakai kwitansi. Pungutan lainnya saat penagihan. Kalau kita ngga memberi uang pelicin, berkas kita bisa berminggu-minggu ngga geser kemana-mana. Numpuk aja disitu di meja Kepala UPT," jelasnya.
Maraknya pungli ini, mulai dari potongan 5% dari calo, komitmen fee ke UPT (nilainya relatif) dan buku kontrak, kata dia tentu akan mempengaruhi mutu kerja. Namun apabila kontraktor tidak mengikuti pola yang sudah menggurita tersebut yang bersangkutan terancam tidak akan mendapat kegiatan untuk berikutnya.
Astrid mendesak Kejaksaan Negeri dan Tipikor Polres Depok  Depok mengusut tuntas kasus ini, agar hak-hak para kontraktor dapat diakomodir secara adil melalui persaingan bisnis yang sehat. "Penegak hukum harus turun la, membongkar kasus ini. Kan mereka bagian dari tim saber pungli?. Agar tidak ada lagi tebang pilih yang dilakukan oleh para pejabat di UPT 1 dan Dinas-Dinas," harapnya.
Sementara itu pula, Kepala UPT 1 Dinas PUPR Kota Depok Dea mengaku pihaknya selalu memperhatikan dan memperlakukan semua asosiasi dengan adil. Biasanya, untuk memudahkan koordinasi dirinya sudah berkomunikasi dengan semua Ketua Asosiasi untuk mengakomodir para anggota masing-masing. "Kontraktor yang merasa belum mendapat kegiatan, coba nanya ke Ketua Asosiasinya. Prinsipnya peran Asosiasi tetap kita perhatikan," ujar Dea singkat saat dikonfirmasi wartawan.
Permainan di ULP Depok Tak Berubah
Salah satu kontraktor di Depok berinisial NV (51) menduga ada kongkali-kong antara ULP Depok dengan kontraktor dalam hal memenangkan lelang proyek Dinas Perumahan dan Pemukiman (Dinas Rumkim) yang digelar di situs lelang Kota Depok lpse.depok.go.id.
Kejanggalan NV bukan tidak beralasan. Pasalnya beberapa kegiatan lelang di lpse.depok.go.id yang dikelola oleh Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa (ULP) itu hanya diikuti oleh peserta dan pemenang tunggal.
Berikut data proyek yang ikuti oleh perusahaan tunggal dan proyek tersebut kemudian dimenangkan oleh perusahaan itu juga:
Proyek RKB/RPL SDN Mekarsari 1, Cimanggis, dengan Nilai Pagu Paket Rp1.68 miliar dimenangkan oleh CV. Satelit Nusantara, dengan penawaran Rp1.35 miliar. Kemudian proyek pembangunan gedung kantor Kelurahan Sukatani, Tapos, dengan Nilai Pagu Paket Rp.2.9 miliar, dimenangkan oleh PT Hisar Makmur, dengan penawaran Rp2.8 miliar.
Lalu, proyek rehabilitasi dan penataan lingkungan SDN Beji 4, dengan nilai Pagu Paket Rp.2.43 miliar dimenangkan oleh CV Mitra Andre Perkasa dengan penawaran Rp.2.29 miliar.
Umumnya, lanjut NV kontraktor enggan berpartisipasi ikut serta dalam lelang jika tidak ada arahan atau rekomendasi dari pihak tertentu. Alasannya, kemungkinan menang sangat kecil, dan rugi waktu, tenaga dan materi untuk membuat surat penawaran harga (SPH). "Ngapain ikut lelang yang bukan titipan. Menang ka ga, uang SPH hangus. Bikin satu SPH aja minimal habis Rp5-Rp10 jutaan," ujar NV kepada wartawan di ULP Depok, Kamis (16/08/2018).
Kontraktor Tim 9
Hal senada juga disampaikan HS. Menurutnya, kongkali-kong pemenang tender di ULP Depok sudah bukan rahasia umum lagi. Biasanya kontraktor yang menang lelang itu-itu juga dan mereka-mereka saja. Karena sudah memiliki predikat istimewa dikalangan Dinas di Pemkot, nyaris kelompok yang dijulukin tim 9 itu menguasai proyek di Depok. "Tim 9 ini, maksudnya 9 kontraktor Depok yang mendapat perlakukan istimewa di ULP Depok," beber HS.
Proyek Mendadak Lelang Ulang
Permainan titip-menitip proyek atau yang lebih akrab dikenal dengan plotingan akan semakin kontras terlihat ketika sebuah lelang kemudian berubah menjadi status gagal lelang jika perusahaan yang mereka ploting tidak menang. "Karena gagal lelang, kan digelar lelang ulang tuh. Tapi kalau lelang ulang perusahaan yang mereka ploting tetap kalah juga maka status proyek tersebut akan tiba-tiba menjadi gagal lelang lagi. ULP akan beralasan ada tambahan syarat lelang yang baru masuk dari dinas, dst," ungkapnya.
Komitmen Fee
Semua kegiatan yang digelar di ULP Depok pasti memberi sejumlah upeti dalam bentuk komitmen fee kepada ULP Depok. Uang tersebut nantinya mereka bagi-bagikan ke Dinas, instansi vertikal lainnya sebagai bentuk koordinasi. "Besaran komitmen fee bervariasi, mulai dari 1%-3% dari nilai proyek. Wajib ini. Kalo ngga, ya SPH nya ngga bakalan menang," terang HS. (RL).(ifan/dip/red)