Lenggang Kankung Duduk Menjadi Anggota KPUD Jabar : Mantan Ketua KPUD Kota Depok dan Kota Bogor Bermasalah dan Kebal Hukum

 

Lenggang Kankung Duduk Menjadi Anggota KPUD Jabar : Mantan Ketua KPUD Kota Depok dan Kota Bogor Bermasalah dan Kebal Hukum




Lenggang Kankung Duduk Menjadi Anggota KPUD Jabar :
Mantan Ketua KPUD Kota Depok dan Kota Bogor  Bermasalah dan Kebal Hukum




Mantan Ketua KPUD Kota Depok : Titik Nurhayati
Depok, SI
Kasus korupsi dana sosilisasi KPUD Kota Depok, terkait Pilkada Kota Depok tahun 2015 lalu telah dipetieskan oleh Kejari Depok. Harusnya manatan Ketua KPUD Kota Depok Titik Nurhayati harus ikut bertanggungjawab dan dijadikan tersangkan oleh penyidik Kejari Depok dalam kasus korupsi tersebut. Disinyalir bahwa penyidik kejari Depok telah masuk angina. Sehingga kasus tersebut menguap hingga saat ini.
Kejari Depok harus melanjutkan kembali pemeriksaan terhadap mantan Ketua KPUD Kota Depok Titik Nurhayati, terkait kasus korupsi anggaran sosialisasi KPUD Kota terkait Pilkada Kota Depok Tahun 2015 lalu. dimana saat ini kini menduduki jabatan sebagai anggota Komisioner KPUD Propinsi Jawa Barat.
Sementara  pejabat PPK Fajri Asrigita Fadillah  yang sudah divonis oleh PN   Tipikor Bandung, terkesan hanya menjadi korban yan ditumbalkan saja  oleh pihak KPUD Kota Depok. kata sejumlah aktivis LSM Anti Korupsi Kota Depok,  menjelaskan baru-baru ini.
Berdasarkan pemeriksaan fakta persidangan di PN Tipikor Bandung menjelaskan terjadinya tindak pidana korupsi tersebut adalah atas perintah langsung dari  Ketua KPUD Kota Depok Titik Nurhayati, sehingga proyek sosialisasi Pilkada Kota Depok tahun 2015 lalu  itu dibuat menjadi proyek Penunjukan Langsung (PL), harusnya proyek tersebut  melalui proses tender lelang melalui ULP Kota Depok,  karena nilai proyeknya sebesar Rp.2,2 Miliar Demikian hasil penjelasan para saksi-saksi dan terdakwa Fajri Asrigita Fadillah  selaku PPK di PN Tipikor Bandung, beberapa waktu lalu.


                                            Mantan Ketua KPUD Kota Bogor : Undang Suriatna
Sementara itu, saat persidangan pokok perkara di PN Tipikor Bandung beberapa waktu lalu, Ketua KPU Depok Titik Nurhayati dpicecar oleh hakim saat menjadi saksi kasus korupsi dana iklan Pilkada Depok 2015 senilai Rp 2,2 miliar. Titik tidak bisa berkutik saat dicecar soal perannya melakukan penunjukan langsung (PL)  dalam proyek tersebut, padahal aturan tidak memperbolehkannya.
Menurut hakim anggota, Naisyah Kadir, yang menjadi pokok dakwaan adalah pelaksanaan penunjukan langsung (PL)  oleh saksi yang Ketua KPU Depok kepada terdakwa Fajri yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek tersebut. Saksi Titik berkilah, penunjukan langsung tersebut dilakukan karena terjadi gagal lelang, sementara waktu sudah mepet. Kemudian masalah tersebut dikonsultasikan kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang menyebutkan secara lisan memperbolehkannya.
Setelah itu, proyek iklan dan sosialisasi Pilkada Depok tahun 2015 senilai Rp 2,2 miliar dilaksanakan. Namun, tidak lama kemudian datang surat resmi dari LKPP bahwa penunjukan langsung (PL)  itu tidak diperbolehkan. "Sudah jelas penunjukan langsung itu tidak diperbolehkan, tapi tetap saja dilaksanakan," ujar hakim Naisyah Kadir kepada saksi.

                                       Kajari Depok : Sufari, SH, MH
Naisyah Kadir pun menyebutkan terdakwa Fajri melakukan kegiatan itu atas penunjukan dari Ketua KPU. "Terdakwa bergerak atas penunjukan langsung, jadi Ketua KPU yang menunjuknya juga harus mempertanggung jawabkannya," ujarnya.
Demikian pula, hakim anggotalainnya, Basyari Budi juga mempertanyakan kenapa dilakukan penunjukan langsung padahal tidak diperbolehkan. Terdakwa terjerat masalah hukum  karena ada perintah penunjukan langsung dari ketua KPU. Meski begitu, Titik menyangkal bahwa kesalahan penunjukan langsung ada pada dirinya. Menurut dia, masalah penunjukan langsung itu bisa dilakukan berdasarkan hasil konsultasi dengan LKPP. Bahwa Fajri Asrigita Fadillah, oleh JPU didakwa korupsi dana iklan dan sosialisasi Pilkada Depok 2015 lalu, senilai Rp 2,2 miliar. Saat itu terdakwa menjadi PPK dalam penggunaan anggaran dana iklan Pilkada Depok 2015 lalu tersebut. Fajri didakwa telah mengubah pengadaan barang dan jasa yakni berupa iklan di media cetak dan televisi yang seharusnya dilakukan melalui lelang menjadi penunjukan langsung (PL). Penunjukan itu diduga ada permainan, sebab sebelumnya pelelangan dilakukan November 2015 dan diulur sehingga waktunya menjadi mepet. Dengan dalih itu dilakukan penunjukan langsung kepada agensi iklan Big Daddy untuk mengerjakan paket iklan tersebut senilai Rp 2,2 Miliar.
                         
                            Kajari Gogor : Yudi Indra Gunawan, SH, MH
Sementara itu pula, Sekelompok warga masyarakat Kota Bogor beberapa waktu lalu minta keadilan 
ditegakkan, mereka datang mengeruduk Kantor Kejari Bogor untuk menemui Kajari Yudhi, SH, MH, dengan maksud untuk mempertanyakan tindak lanjut kasus dugaan korupsi dana bantuan  kampanye untuk  KPUD Kota Bogor, terkait masalah dana   sosialisasi Pilwalkot Kota Bogor 2018 lalu. Masalahnya penanganan kasus korupsi dana KPUD Kota Bogor  tersebut terkesan sangat lamban,  sudah berlangsung  lama penyidikannya yaitu sejak tahun 2018 yang lalu.  Hingga saat ini penyidik Kejari Bogor hanya menetapkan mantan bendahara KPUD HA tersebut sebagai tersangka, hal itu yang dinilai publik sangat janggal dalam penanganan kasus tersebut.
Sedangkan posisi mantan Ketua KPUD Kota Bogor, Undang Suriatna, yang kini menjadi anggota Komisioner KPUD Propinsi Jabar, selaku Pengguna Anggaran (PA) terkesan jadi kebal hukum. Demikian pula mantan Sekretaris KPUD Kota Bogor,  Deni Setiawan yang juga merupakan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), secara otomatis yang harus mempertanggungjawabkan masalah penggunaan  alokasi dana , yang bertindak selaku pembuat komitmen, juga tidak diapa-apain oleh tim penyidik dari Kejari Bogor.
Rumor berkambang dipublik mengatakan, bahwa mantan Ketua dan Sekretaris KPUD Kota Bogor tersebut memang terkesan dilindungi oleh Kajari Bogor Yudi Indra Gunawan, hal itu terkait adanya kedekatan antara Kajari dengan Walikota Bogor Bima Aria Sugiarto, sehingga hanya mantan bendahara KPUD Kota Bogor tersebut yang dikorbankan sebagai tumbal politik, karena mantan bendaraha tersebut memang bukan ANS dari Pemda Kota Bogor, sebab HA tersebut berasal dari ASN KPU Pusat, jadi sangat gampang dikorbankan, karena tidak ada bekingnya di Pemkot Bogor, ucap salah seorang dalam aksi demo sore hari di Kantor Kejari Bogor tersebut beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Kejari Bogor, telah  menetapkan mantan Bendahara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bogor, HA sebagai tersangka kasus korupsi dana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Bogor tahun 2018 senilai Rp.470 juta. "Penetapan tersangka merupakan hasil dari rangkaian kegiatan penyidikan yang dilakukan tim penyidik Kejari Bogor berdasarkan surat perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bogor nomor print 2536/O.2.12/F.1/12/2018 tertanggal 10 Desember 2018," ujar Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kota Bogor Rade Satya Nainggolan usai menggiring HA ke mobil tahanan.
Menurut Rade, uang yang bersumber dari dana hibah Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor tahun 2017 itu diduga diselewengkan oleh HA dengan cara mencairkan dana untuk kegiatan-kegiatan fiktif, salah satunya pengadaan buletin. "Ada dua kegiatan yang di luar yang telah ditetapkan dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB). Nama kegiatan di luar itu salah satunya adalah buletin. Ternyata di RAB tidak ada," ujar Kasi Pidsus tersebut.
ASN yang kini menjabat sebagai staf KPU Kota Bogor itu mencairkan dana dengan cara membuat beberapa kuitansi palsu. Sejauh ini Kejari Kota Bogor masih mendalami keterlibatan pihak lain atas penyelewengan dana pilkada tersebut.
Aksi HA terendus oleh Inspektorat KPU RI yang kemudian ditindaklanjuti oleh tim intelijen Kejari Kota Bogor. Setelah HA diperiksa sebagai saksi sejak Januari 2019, pada hari Selasa siang HA ditetapkan sebagai tersangka. " HA kita undang sebagai saksi ke sini. Kemudian siangnya ditetapkan sebagai tersangka dan sore dibawa ke Lapas Paledang untuk dititipkan selama 20 hari," tuturnya.
Kini HA terancam dijerat Pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 tentang tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun.(wan/dip/red)