Terkait Dipulangkannya ke Tempat Asal di BPPT : Antara Sidik Mulyono Dengan Hardiono Diinjau Dari Segi Politik Praktis

 

Terkait Dipulangkannya ke Tempat Asal di BPPT : Antara Sidik Mulyono Dengan Hardiono Diinjau Dari Segi Politik Praktis


Catatan Redaksi :
Terkait Dipulangkannya ke Tempat Asal di BPPT :
Antara Sidik Mulyono Dengan Hardiono  Ditinjau Dari Segi Politik Praktis

Depok, SI
Sidik Mulyono diawali kedatangannya ke Pemkot Depok pada tahun 2017 lalu dengan adanya jabatan struktural yang  lowong  saat itu, yakni jabatan Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskomimfo) Kota Depok. Dengan adanya lelang jabatan (Open Bidding) secara terbuka di tubuh Pemkot Depok tersebut akhirnya melalui tahapan seleksi itu, Sidik Mulyono jebolan Doktor di bidang Informatika  dan Tehnologi (IT) dari salah satu Universitas di Jepang tersebut diterima menjabat sebagai Kadiskomimfo di Kota Depok Tahun 2017, dengan rekomendasi dari salah satu Partai Politik
Sidik Mulyono  diawali kariernya di tubuh Badan Pengkajian dan Penerapan Tehnologi (BPPT) sebagai seorang ASN, yang merupakan seorang Ilmuan Peneliti (Scient) dengan jabatan fungsional, yang harusnya mengembangkan Ilmu dan Tehnolgi untuk kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesiatercinta ini.
Namun rupanya Dr. Scient tersebut lebih memilih dan tertarik pengembangan kariernya  untuk menduduki jabatan struktural Eselon II di Pemkot Depok, daripada seorang peneliti secara terus menerus di tubuh BPPT jabatan fungsional yang bergensi tersebut.
Setelah kurang lebih 3 tahun lamanya  menjabat Kadis Komimfo Kota Depok, rupanya dengan adanya Surat Edaran (SE) dari pihak BPPT ke Pemkot Depok, yang mengatakan, agar Pegawai yang berasal dari BPPT tidak lagi diperpanjang masa tugasnya, agar segera dikembalikan ke tempat asalnya di BPPT.
Maka berdasarkan SE terebut  hal itulah sebagai dasar hukum (Legal Standing) daripada Walikota Depok KH Muhammad Idris, untuk memulangkan atau mengembalikan Sidik Mulyono ke tempat asalnya di BPPT, yakni dengan  SK Walikota Depok,  Kepada Kepala BPPT di Jakarta, No.800/3371/BKPSDM, Sifatnya  : Segera, Perihal : Pengembalian Pegawai BPPT yang dipekerjakan, yakni tanggal 25 Februari 2020.
Dengan adanya Surat SK Walikota Depok tentang pengembalian Sidik Mulyono, hal itu sangat lama mengendap suratnya di Meja Kerja Sekda Kota Depok dr.Gigi Hardiono, entah kenapa Hardiono menahan-nahan surat tersebut, tidak segera membuat nonor surat dan mengirimkan surat SK  tersebut kepada BPPT di Jakarta.
Akhirnya SK Walikota Depok tersebut bocor kepada publik, yaitu kepada sejumlah  kalangan wartawan dan LSM di Kota Depok, dimana seolah-olah terkesan di opinikan ke publik,  bahwa Sidik Mulyono menjadi korban politik daripada Walikota Depok (Playing Victim). Yang lucunya akibat bocornya surat tersebut dari Meja Kerja Sekda Kota Depok, malah yang dituding sebagai kambing hitam  pembocoran  surat SK Walikta Depok tersebut adalah seorang wartawan yang kebetulan  Ketua PWI Kota Depok, hal itu sangat aneh dan bin ajaib.
Kemudian dengan bocornya SK Walikota Depok, yakni kalangan pers di Kota Depok melakukan pemberitaan  terkait pemulangan Kadis Komimfo  ketempat asalnya ke BPPT, hal itu membuat banyaknya  ragam dan tanggapan dari publik terkait dengan kinerj Sidik Mulyono selama menjabat Kadiskomimfo Kota Depok, yang berakhir tanggal 22 Mei 200 lalu.
Sidik Mulyono akhirnya kebakaran jenggot, bagikan Banteng Kesurupan dengan menyerang ke berbagai pihak, yakni terhadap Walikota Depok KH Muhammad Idris, termasuk juga kepada Wartawan Suara Independent.Com, yang dianggap menyudutkan dirinya dalam tulisan terkait SK Walikota Depok tentang pemulangan dirinya ke BPPT di Jakarta. Bahkan Sidik Mulyono yang kini sudah menjadi mantan Kadis Komimfo tersebut,  langsung mengadukan Wartawan Suara Independent.Com  kepada pihak Dewan Pers, terkait tulisan  yang dianggap memojokkan dirinya itu. Akan tetapi harusnya Sidik Mulyono mengetahui akan  pemberitaan tersebut yakni ada mekanismenya dalam UU No.40 ahun 1999 tentang Pers, yaitu  Sidik Mulyono punya Hak Jawab dan Klrarifikasi, terkait pemberitaan tersebut Tapi hal itu tidak dilakukannya, karena Sidik Penuh Emosional yang dikompori oleh pihak-pihak lain. Bahkan yang lebih sadis lagi Sidik Mulyono membuka rahasia atau membocorkan pecakapan wartawan dengan dirinya dalam Wash Up (WA) acunt  milik pribadinya, hal itu sangat bertentangan dengan hukum UU ITE, yakni pasal 27 UU No.11 Tahun 2008  Jo. Pasl 45, UU No.19 Tahun 2016, yaitu tentang  membocorkan rahasia orang lain, dengan tuduhan pencemaran nama baik, dimana tuntutan hukumnya adalah 6 tahun penjara atau denda sebesar Rp.1.000.000.000, (Satu Milar Rupiah).
Akhirnya doktor jebolan Negeri Bunga Sukura tersebut terjebak dalam lingkaran politik praktis yang dimainkan oleh Sekda Kota Depok dr.gigi Hardiono. Sebab disadari atau tidak bahwa Sidik Mulyono ikut  terjun main politik praktis. Karena Hardiono saat ini sedang gencar mengkampanyekan dirinya menjadi Calon Walikota Depok  dalam Pilkada Kota Depok pada bulan Desember 2020 mendatang. Dr. Hardiono berharap dirinya dicalonkan oleh partai Politik dari PKS sebagai partai pengusung sebagai Calon Walikota Depok, dengan menggunakan Politik Belah Bambu (yang satunya dinjak, dan yang satunya lagi diangkat ketas, sehingga batang bambunya menjadi terbelah dua)
Terkait dr. Gigi Hardiono, yang saat ini masih aktif menjabat Sekda Kota Depok, tidak ada yang bisa melarang atau keberatan terhadap dirinya sebagai Calon Walikota Depok, sebab hal itu merupakan hak politiknya sebagai warga negara, karena sudah diatur dalam konstitu UUD RI tahun 1945. Namun karean dr.Gigi Hardiono adalah merupakan ASN yang masih aktif, maka hal itu dilarang untuk ikut melakukan  politik praktis dengan menggunakan jabatan yang dimilikinya itu, karena sebagai Sekda Kota Depok, dengan dugaan menyalahgunakan jabatan dan wewenang yang dimilikinya. Kecuali bahwa dr Gigi Hardiono segera mengundurkan diri atau melepaskan jabatan yang dimilikinya sebagai ASN, yang harus taat atau manut terhadap aturan ASN itu sendiri., yang disumpah saat dirinya menjadinseorang ASN, dan patuh kepada pimpinan, serta bersedia ditempatkan dimana saja di wilayah NKRI.(redaksi)