Dengaan Menyandang Status Tersangka dan Dicekal Imigrasi : Polres Metro Depok Diduga Langgar HAM Mantan Walikota Nur Mahmudi Ismail dan Mantan Sekda Harry Prihanto Terkait Kasus Korupsi JL Nangka

 

Dengaan Menyandang Status Tersangka dan Dicekal Imigrasi : Polres Metro Depok Diduga Langgar HAM Mantan Walikota Nur Mahmudi Ismail dan Mantan Sekda Harry Prihanto Terkait Kasus Korupsi JL Nangka

Dengaan Menyandang Status Tersangka dan Dicekal Imigrasi :  Polres Metro Depok  Diduga Langgar HAM Mantan Walikota Nur Mahmudi Ismail dan  Mantan Sekda Harry Prihanto Terkait Kasus Korupsi JL Nangka

Depok, SI

Penyidik Tipikor Polres Metro Depok telah menetapkan tersangka mantan Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail dan mantan Sekda Kota Depok Harry Prihanto, pada 21 Agustus 2018 lalu, yaitu kurang lebih dua (2) tahun yang lalu lamanya tersandera.

 Nur Mahmudi Ismail  ditetapkan sebagai  tersangka atas dugaan anggaran ganda pelebaran Jalan Nangka, Kecamatan Tapos Kota Depok, yang bersumber dari APBD Kota Depok Tahun Anggaran  (TA) 2016 yang menyebabkan kerugian uang negara sebesar Rp10.7 miliar.

Kini kasus dugaan korupsi mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut sudah tidak jelas rimbanya, apakah sudah dilakukan Surat Pemberitahuan Pemberhentian Penyidikan (SP3) atau memang masih lanjut?  Sebab publik di Kota Depok belum mengetahui kejelasannya. Hal itu disampaikan oleh M Amin salah seorang praktisi hukum di Kota Depok beberapa waktu lalu.

Menurut Amin, sebaiknya kasus tersebut harusnya ada kejelasan dari penyidik Tipikor Sareskrim Polres Metro Depok, kalau memang penyidik  minimal sudah punya  dua alat bukti yang cukup yach sebaiknya berkas kasu tersebut dilanjutkan tahapannya kepada Kejari Depok, agar JPU melimpahkannya ke PN Tipikor Bandung, sebaliknya kalau memang penyidik tidak punya alat bukti harusnya kasus tersebut dibuatkan SP3 oleh penyidik Tipikor Satreskrim Polres Metro Depok, agar adanya kepastian hukum.

Lanjutnya, terkait dengan status  Nur Mahmudi Ismail dan Harry Prihanto yang menyandang gear status tersangka, sudah kurang lebih dua tahun  lamanya yaitu sejak tahun 20218 yang lalu, hal itu sangat mengganggu ketenangan maupun kenyamanan daripada para tersangka tersebut. Apalagi kedua mantan pejabat elit di Kota Depok tersebut dicekal oleh pihak Imigrasi, agar tidak bepergian ke Luar Negeri. Maka pertanyaan saya apakah keduanya masih status dicekal oleh Imigrasi seuai dengan permintaan dari penyidik?

Dengan menyandang status  tersangka Nur Mahmdi Ismal dn Harry Prihanto, hal iu sama saja menyandera kehidupan mantan Walikota dan Sekda Kota Depok tersebut, yaitu tidak ada kejelasan hukum dan tidak  berkeadilan  dalam penegakan hukum bagi kedua orang tersebut. Demikian pula terkait dengan masalah Hak Azasi Manusia (HAM) kedua tokoh elit Kota Depok itu telah dilanggar oleh penyidik Polres Depok dengan menggantung atau menyandera kasus tersebut, hingga sampai kapan dituntaskan pemberkasannya, sehingga nantinya bermuara di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Bandung. Atau pihak penyidik Polres Depok segera membuatkan SP3, agar ada suatu kejelasan atau kepastian hukum, imbuhnya

Sementara itu, praktisi hukum lainnya dari LBH, yang biasa sidang di PN Depok mengatakan,, saya juga selaku praktisi hukum menyoroti langkah hukum yang dilakukan oleh Nur Mahmudi Ismail yang terkesan pasrah, dengan membiarkan kasus tersebut berlarut-larut, sehingga tidak ada suatu kepastin hukum.

Maka pertanyaan kami, kenapa pihak Nur Mahmudi Ismail melalui Tim Kuasa Hukumnya, selama ini tidak melakukan langkah upaya hukum yaitu dengan melakukan Praperadilan kepada penyidik Tipikor Sat Reskrim Polres Metro Depok di PN Depok, dan mengapa membiarkannya begitu saja dengan menyandang status tersangka sepanjang masa? Ujarnya.

Sebab  berdasarkan sumber keterangan mantan Kajari Depok, Supari mengatakan, bahwa dalam penetapkan status tersangka kepada Nur Mahmudi Ismail da Harry Prihanto bahwa penyidik diduga tidak cukup  alat bukti. Hal itu terlihat berkas  kasus tersebut dengan bolak-balik antara Polres Depok dengan Kejari Depok, dimana Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ditunjukan untuk menangani kasus tersebut berdasarkan SPDP yaitu sudah   melakukan mekanisme P18 (bukti tidak lengkap) dan P19 (JPU memberikan pentunjuk) kepada penyidik), namun hal itu tidak dipenuhi oleh penyidik Polres Metro Depok. Sehingga pihak Kejari Depok akhirnya mengembalikan berkas SPDP tersebut kepada penyidik, dengan alasan agar pihak Kejari Depok tidak ada beban utang kasus perkara, yang selalu ditagih oleh publik. Hal itu disampaikan oleh mantan Kajari Depok Supari dan diperkuat lagi pernyataan dari Kajari Depok Sri Kuncoro menyampaikan kepada wartawan beberapa waktu lalu.

Dengan menggantung berkas kasus dugaan korupsi JL Nangka  Kec Tapos Kota Depok tersebut, kini publik di Kota Depok menagih kinerja daripada penyidik Tipikor Sat Reskrim Polres Depok, dengan mengatakan,”apakah Kapolres Metro Depok masih punya Fakta Integritas dengan Kapolri terkait dengan masalah penegakan hukum”? ucap kalangan LSM Anti Korupsi di Kota Depok. (dip/red)