Terkait Dugaan Korupsi : Harusnya Dewas RSUD Kota Bogor Berfungi Untuk Mengawasi Direksi Secara Efektif Walaupun Ada Intervesi Walikota

 

Terkait Dugaan Korupsi : Harusnya Dewas RSUD Kota Bogor Berfungi Untuk Mengawasi Direksi Secara Efektif Walaupun Ada Intervesi Walikota

 Terkait Dugaan Korupsi : Harusnya Dewas RSUD Kota Bogor Berfungi Untuk Mengawasi Direksi Secara Efektif Walaupun Ada Intervesi Walikota

Bogor, SI

Untuk keseimbangan adanya  peran permainan  direksi ditubuh management Rumah Sakit Umum Daerah  {RSUD } Kota Bogor, harusnya pihak Dewan Pengawas {Dewas} berfungsi secara efektif untuk melakukan control/pengawasan sebagimana mestinya sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang ada. Namun hal itu tidak dilakukan, maka terjadilah dugaan Kolusi Korupsi dan Nepotisme {KKN}, berlangsung hingga saat ini. Hal itu disampaikan oleh Irianto Ketua LSM Barisan Monitoring Hukum {BMH} Bogor Raya kepada awak media ini beberapa waktu lalu.


Lanjutnya, terjadinya management yang tumpang tindih di tubuh RSUD Kota Bogor, khusnya di bidang management pengembangan pembangunan Fisik RSUD Kota Bogor, terkait dengan masalah Tender Lelang dengan pihak ketiga, hal itu dilakukan seenaknya direksi, tampa mengindahkan aturan sesuai dengan Prepres masalah Tender Lelang, dimana sebagai pengusaha pemenang tender lelang itu-itu saja yang muncul  pengusahanya, dengan dalih kontrak kerja berlanjut. Harusnya dilakukan mekanisme tender lelang melalui Badan Lelang Pengadaan {BLP} dibawah Setda Kota Bogor.

Menurut Irianto, mempertanyakan terkait kinerja daripada BLP, apakah mereka berfungi atau difungsikan oleh Walikota Bogor Bima Aria Sugiarto, atau Sekda Kota Bogor Syarifah Sopih terkesan hanya sebagai penonton saja di Pemkot Bogor.

Sementara itu ada pihak lain diluar daripada RSUD Kota Bogor, yang juga punya peran serta untuk mengawasi atau mengontrol kinerja daripada Direksi RSUD Kota Bogor itu sendiri yang bertindak sebagai  Badan Usaha Layanan Daerah ( BULD , dimana harus diimbangi  control pihak lain, seperti  :  1. Peran Dewan Pengawas, , 2 Dinas Kesehatan 3 BPKAD, 4 Inspektorat Daerah. Demikian pula dari pihak pihak Eksternal seperti Akademisi, maupun pihak LSM. Namun terlihat dalam menjalankan fungsi masing-masing jadi tutup mata, yang penting punya jatah masing-masing, alias bagi-bagi kue pembangunan. Yang mengarah kepada KKN,  Namun aparat penegak hukum pun tidak berjalan  sebagaimana mestinya, Ucap Irianto.

Terkait adanya pernyataan dari Wakil Dirut Yani, yang menyampaikan   adanya KKN ditubuh RSUD Kota Bogor, “Terkait adanya dugaan KKN di tubuh RSUD Kota Bogor, jangan hanya menyalahkan dirinnya Dirut maupun Wakil Dirut, hal itu hanya merupakan perintah dari atasan kepada bawahan {dunungan}” Dimana Walikota Bogor seharusnya  yang menyelesaikan permasalahan ini dan pihak Dewas pak Dodi, tentu hal ini juga untuk menyelamatkan Walikota Bogor itu sendiri, ungkap Irianto, sebagimana disampaikan  oleh Dewas  Dodi kepada Ketua LSM BHM itu beberapa waktu Lalu dengan penuh emosi.

Terkait dengan  pernyataan Yani sebagai  Wadir, Ia  menyampaikan dengan terjadi nya Korupsi jangan Menyalahkan diri nya Dirut dan Wadir hanya perintah " dunungan " yaitu Walikota dan seharus yg menyelesaikan permasahan ini adalah Dewan DEWAN PENGAWAS ( pak Dodi ) dan harus di selesaikan dan menyelamatkan Walikota tandasnya diucapkan dengan dengan penuh Emosi

Lanjut Dodi dalam Ocehannya, bahwa korupsi di RSUD Kota Bogor, sudah disetting dengan rapi, terencana  dan tertruktur serta massif, dimana cukup unik dan melibatkan Organisasi Perangkat Daerah {OPD}, yang dimainkan oleh Dinas Kesehatan {Dinkes} yang memiliki RKPD/KUA PPAS/Anggaran, dimana aliran kegiatan disalurkan kepada RSUD Kota Bogor, termasuk juga kepada OPD Badan Penaggulangan Bencana Daerah {BPBD} Kota Bogor, yakni dana BTT {APBN} dan dana Reguler dari APBD Kota Bogor. Adapun dana tersebut sekitar Rp.90 Miliar, yang disalurkan memalui Rumah Sakit Darurat, serta dana penaggulangan Dana Covid 19, di wilayah GOR Tahun 2020 yang lalu.

Adapun Pejabat Pembuat Komitmen {PPK}  BPDB  maupun BTT maupun Reguler dimasa Pandemi  adalah Ari, seperti Penyewaan Peralatan Lif, dengan nilai sebesar Rp.700 juta, harusnya kenapa lif tersebut tidak  dibeli dengan alat yang baru, seperti halnya untuk membangun Kantor Dinas Arsip Kota Bogor, dengan membeli barang Lif yang baru, juga nilainya sama sebesar Rp.700 juta

Sementata itu pula sepak terjang Ari selaku PPK yang dinilai sangat berani, namun faktanya Ari rupanya sangat pusing dalam menjalankan lakon selaku PPK tersebut, hal itu karena adanya dugaan intervensi dari Dirut maupun Wakil Dirut RSUD Kota Bogor, terkait belanja alat  Alkes untuk persediaan sarana dan prasarana RSUD Kota Bogor, yang tetap diintervensi oleh pejabat Dirut maupun Wakil Dirut tersebut.

Akhinrya akibat Tindakan intervensi tersebut Ari selaku PPK kadang tidak dilibatkan dalam  proses  pembelian Alkes tersebut. Yang jelas dalam setiap transaksi bahwa Walikota Bogor sangat berperan melalui anak buahnya Bernama Lutfi sebagai orang suruhan sang Big Bos, lalu kemudian meminta uang kepada Ari ratusan juta rupiah untuk jatah Walikota Bogor.

Karena ada prosedur pengeluaran uang diluar kewajaran sesuai dengan aturan, maka Ari sangat pusing dan penuh kebingungan bagaimana cara mensiasati dengan membuatkan SPJ terkait uang yang diserahkan kepada Walikota Bogor tersebut. Maka demikianlah modus cara kerja Walikota Bogor terkait peneriam dana dari anak buahnya melalui pihak lain, namun terkesan bahwa Walikota Bogor terlihat bersih dari KKN, imbuh rianto {dip/red}