Wakil Walikota Bogor Usmar Minta Konsultasi ke KPK Dana Pembebasan Lahan R3 Sebesar Rp 14,9 M Masuk Biaya Tak Terduga

 

Wakil Walikota Bogor Usmar Minta Konsultasi ke KPK Dana Pembebasan Lahan R3 Sebesar Rp 14,9 M Masuk Biaya Tak Terduga


Wakil Walikota Bogor Usmar Minta Konsultasi ke KPK
Dana Pembebasan Lahan  R3  Sebesar Rp 14,9 M Masuk Biaya Tak Terduga


        
Bogor, SI
Wakil Walikota Bogor Usmar Hariman nampaknya penuh dengan kehati-hatian dalam menggunakan anggaran uang rakyat tersebut. Ia mengatakan bahwaBiaya Tak Terduga (BTT) hanya bisa dipergunakan untuk hal-hal yang mendesak.  Misalnya, rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur yang bersifat mendesak atau force majeure.
“Dan dalam implementasinya harus dengan diterbitkannya Peraturan Walikota  (perwali). Nah, apakah ganti rugi lahan itu termasuk kategori mendesak. Ini harus dikonsultasikan ke gubernur, Kemendagri, dan Kementerian Keuangan,” ungkapnya Usmar Hariman kepada wartawan
Nampaknya Usmar tidak ada mau maslah dalam penghunjung masa jabatannya sebagai WakilWalikota Bogor, dimana Usmar berpendapat bahwa sebaiknya anggaran pembebasan lahan R3 dialokasikan ke anggaran belanja modal SKPD terkait, yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
“Masalahanya ini kan tanahnya sudah terpakai, jadi perlu penelaahan lebih dalam dengan mengkonsultasikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau kejaksaan,” jelasnya.
Sementara itu, bahwa  anggaran pembebasan lahan seluas 1.987 milik Hj Siti Khadijah yang terkena dampak pembangunan Jalan Regional Ring Road (R3) senilai Rp14.902.500.000 dimasukan ke dalam Biaya Tak Terduga (BTT).
Padahal, Praktisi hukum, Dwi Arsywendo menilai anggaran pembebasan lahan seluas 1.987 meterpersegi milik Hj Siti Khadijah yang terdampak pembangunan Jalan Regional Ring Road (R3) ke dalam Biaya Tak Terduga (BTT) adalah tidak tepat.
Tak hanya itu masuknya anggaran pembebasan lahan seluas 1.987 meter persegi milik Hj Siti Khadijah yang terdampak pembangunan Jalan Regional Ring Road (R3) ke dalam Biaya Tak Terduga (BTT) dianggap menabrak Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Kemudian Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana yang telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang  Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
“Yang berbunyi bahwa BTT merupakan belanja untuk kegiatan  yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti, penanggulangan bencana alam dan sosial  yang tidak diperkirakan sebelumnya. Termasuk pengembalian  atas kelebihan penerimaan daerah tahun- tahun sebelumnya yang telah ditutup,” jelas Dwi kepada wartawan, (12/11/2018) lalu. (dip/red)