Terkait Bantuan Dana Rp 12 Miliar : Mantan Kepala BPBD Dipaksa Membantah Dihadapan Aparat Penegak Hukum Kejari Bogor Untuk Mengakui Bahwa Tidak Ada Masalah Terkait Pencairan Dana Dengan Surat Pernyataan

 

Terkait Bantuan Dana Rp 12 Miliar : Mantan Kepala BPBD Dipaksa Membantah Dihadapan Aparat Penegak Hukum Kejari Bogor Untuk Mengakui Bahwa Tidak Ada Masalah Terkait Pencairan Dana Dengan Surat Pernyataan

Terkait Bantuan Dana Rp 12 Miliar : Mantan Kepala  BPBD Dipaksa Membantah Dihadapan Aparat Penegak Hukum Kejari Bogor Untuk  Mengkui Bahwa Tidak Ada Masalah Terkait  Pencairan  Dana Dengan Surat Pernyataan

Bogor, SI

Rangkaian peristiwa   penggantian Priatna Syamsiah selaku Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor, hal itu  berbuntut panjang dan sangat erat kaitannya terkait penolakannya  untuk mencairkan  dana anggaran   pada bulan Nopember akhir tahun 2020 lalu sebesar Rp.12 Miliar dari dana bantuan Pemerintah Pusat.

Alasan dari Kepala BPBD Kota Bogor saat itu untuk mencairkan anggaran tersebut karena menyangkut mekanisme aturan yang ada, sebab  saat itu sudah memasuki akhir tahun, karena  pada tanggal 20  Desember Tahun 2020 sudah tutup pembukuan, jadi hal itu tidak bisa lagi dilakukan pencairan dana tersebut, akibatnya nanti akan timbul permasalahan hukum, dimana Priatna selaku Kepala BPBD akan dimintai pertanggungjawaban oleh pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Oleh sebab itu Priatna menolak dengan tegas permintaan dari pimpinannya tersebut untuk mencairkan dana Rp.12 Miliar tersebut. Hal itu diungkapkan oleh Ketua LSM Badan Monitoring Hukum (BMH) Bogor Raya Irianto.

Adanya desakan dari kalangan pimpinannya untuk mencairan dana Rp.12 Miliar, hal itu erat berkaitan dengan adanya kasus dugaan korupsi Sekoah Ibu (SI) yang menggunakan anggaran negara  dari APBD Kota Bogor sebesar kurang lebih Rp.40 Miliar setiap tahunnya, yang saat ini sedang diperiksa oleh penyidik Kejari Bogor. Dimana pimpinan dari Sekolah Ibu tersebut adalah Isteri Walikota Bogor Yane Ardian

Menurut Irianto, bahwa kasus dugaan korupsi yang sedang ditangani oleh penyidik Kejari Bogor tersebut, diduga hendak mau diselesaikan dengan jalur perdamaian, agar tidak dilanjutkan berkas kasus pemeriksaan  tersebut hingga nantinya ke Persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Bandung. Maka untuk menyelesaikan kasus tersebut butuh dana segar untuk mengondisikan oknum aparat penegak hukum (APH), dengan catatan kasus dugaan korupsi Sekolah Ibu tersebut akan dibuatkan SP3 atau dipetieskan berkasnya.

Karena Priatna selaku Kepala BPBD keuh-keuh (ngotot) bersikeras tidak mau mencairkan dana anggaran itu, maka diduga pihak penyidik Kejari Bogor akhirnya memanggil Priatna ke Kantor Kejari Bogor untuk dimintai keterangannya untuk  melakukan suatu bantahan terkait dengan masalah anggaran dana Rp.12 Miliar tersebut dengan membuat pernyataan diatas meterai “bahwa  sama sekali maslah tersebut  tidak benar”, dan  tidak ada permasalahan. Serta tidak Aksi ada penekanant  dari pimpinan erhadap Priatna. Hal itu dilakukan  dihadapan penyidik Kejari Bogr tersebut , yang disaksikan oleh dua orang suruhan dari Pemkot Bogor yang mewakili 1  orang dari Walikota Bogor dan 1 orang lagi saksi dari Wakil Walikota Bogor.

Adanya tekanan atau itimidasi kepada Priatna adalah agar Kepala BPBD Kota Bogor tersebut membantah segala tuduhan yang ramai saat ini  hangat diperbincangkan di publik terkait dengan pencairan dana sebesar Rp.12 Miliar  dari bantuan  Pemerintah Pusat tersebut,  apabila dana tersebut bisa atau dapat dicairkan, maka persentasenya  sebagai sukses fee sebesar 10 persen dari Rp.12 Miliar, akan diberikan kepada pihak penegak hukum Kejari Bogor, hal itu dijelaskan Ketua LSM BMH Bogor Raya Irianto berdasarkan sumber data yang dimilikinya.

Dengan terungkapnya   dugaan skenario bancakan bagi oknum-oknum  penguasa pejabat Kota Bogor tersebut, akhirnya saat ini publik sangat geram mendengar permasalahan tersebut, apalagi  siatuasi saat ini adanya pandemic Covid 19, apabila hal itu benar-benar terjadi, maka sangat menyakitkan rasa keadilan di masyarakat.

Kata sejumlah LSM dari wartawan di Kota Bogor, “t indakan oknum pejabat sangat sadis dan tidak berperi kemanusiaan, harusnya dana tersebut digunakan untuk menangani penyakit Covid 19 atau dana tersebut harusnya digunakan untuk membantu warga masyarakat yang tidak mampu, yang terpuruk ekonomi masyarakat saat ini. Maka publik di Kota Bogor berharap agar pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus segera berindak untuk menangani kasus dugaan korupsi tersebut, yaitu adanya dugaan penyalahgunaan jabatan dan wewenang yang dimiliki oleh pejabat selaku aparatur negara. Maka  hal itu sangat erat kaitannya denganPasal 2 dan Pasal 3 UU No.20Tahun 20 Tahun 2001 JO UU N0 31 Tahun 1999 yaitu tentang Tindak Pidana Korupsi, ancaman hukumannya minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara. (dip/red)