Walikota Bogor Diduga Sebagai Dalangnya : Mantan Kepala BPKAD Kota Bogor Hanafi dan Krisna Diduga Ikut Terlibat Penggelapan Dana PDJT Sebesar Rp 5,5 Miliar

 

Walikota Bogor Diduga Sebagai Dalangnya : Mantan Kepala BPKAD Kota Bogor Hanafi dan Krisna Diduga Ikut Terlibat Penggelapan Dana PDJT Sebesar Rp 5,5 Miliar

 Walikota Bogor Diduga Sebagai Dalangnya : Mantan Kepala BPKAD Kota Bogor Hanafi  dan Krisna Diduga Ikut Terlibat Penggelapan Dana PDJT Sebesar Rp 5,5 Miliar

Bogor, SI

Ada dua (2) pilihan hukum terkait dengan masalah dugaan korupsi Badan Pengelola Jasa Transportasi (BPJT) Kota Bogor, hal itu untuk adanya kepastian penegakan hukum yaitu : 1. Penyidik Kejari Bogor harus segera menetapkan tersangka para oknum pelaku, karena tahapan sudah masuk penyidikan. 2. Kalau tidak berani menetapkan tersangka, apakah penyidik Kejari Bogor mengeluarkan surat SP3, dengan alasan yang jelas, sebab public sudah menanti keputusan hasil penyidikan dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Hal itu diungkapkan oleh Irianto Ketua LSM Barisan Monitoring Hukum (BMH) Bogor Raya.

Menurut Irianto, Inti permasalahan  dalam kasus PDJT sangat jelas,  hal itu berawal dari  penyematkan di Kasus Sekolah Ibu (SI),  yang  melibatkan nama Istri Walikota Bogor  dengan diawali saudara Pupung berperan sebagai kepala  Inspektorat dengan menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) ke Kejaksaan Negeri Bogor, terkait dengan  kasus BUMD PDJT dengan adanya Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang tidak terbantahkan beberapa waktu lalu.

Dalam permasalahan kasus PDJT Rp. 5.5 M, di Kejaksaan Negeri Bogor, terungkap bahwa  Walikota Bima Arya,  adanya dugaan  faktor pemaksaan usulan adanya tersedia Dana APBD Rp. 5.5M untuk PDJT, agar segera direalisasikan penggunaannya oleh pihak BPJT Kota Bogor.

Sementara pihak lain,  DPRD Kota Bogor  menolak keras terkait dana anggaran sebesar Rp.5,5 M  tersebut, bahkan pihak DPRD  meminta  PDJT itu dibubarkan saja, dengan pertimbangan BUMD tidak sehat tapi kenapa dipaksakan.  Akhirnya muncul saran dari DPRD Kota Bogor, agar   PDJT berganti nama menjadi Badan Umum Layanan Daearah (BULD),

Di pihak lain  Walikota Bogor  keukeuh (ngotot)  supaya Dana tersedia dengan merekrut saudara Pangurah dari JAKPRO yang menangani BUMD DKI di Trans Jakarta sebagai Ketua ,Pendalaman Penyehatan PDJT pada akhirnya bergulir Dana APBD-P Rp. 5.5 M yang digunakan, namaun PDJT masih tetap merugi.

Dengan adanya Perbuatan Melawan Hukum, semestinya Dana PDJT harus melalui mekanisme PMP berdasarkan Perda no. 5 Tahun 2007. Maka hal itulah selera yang menyesatkan dari sikap Walkota Bogor Bima Aria Sugiarto. Namun pihak Kejari Bogor terkesan penuh keragu-raguan untuk membawa kasus tersebut hingga ke persidangan di Pengadilan Tindak Pidaa Korupsi (Tipikor) di Bnadung.

Sementara itu pula,  Hanafi  yang saat kejadian itu menjabat sebagai  Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah dan Aset daerah (BPKAD) Kota Bogor dengan sengaja tidak melakukan kewajibannya yaiu suatu tindakan UJI TUNTAN (DUE DILIGENCE) sebagai  pemegang kapasitas untuk pihak ketiga, hal itu  merupakan sebuah PELANGGARAN padahal merupakan  suatu  KEWAJIBAN/KEHARUSAN, sebagai pejabat negara, maka apakah hal itu  kita duga suatu perbuatan namanya  turut serta dalam Pasal 55 KUHP?

Lanjut Irianto, karena dalam hal DUE DILIGENCE karena  kapasitas BPKAD sebagai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) untuk kewajiban  penanganannya, akan tetapi hal itu  tidak dilakukan DUE DILIGENCE oleh Kepala BPKAD.

Sebab  kalau memang  DUE DILIGENCE dilakukan oleh BPKAD ota Bogor  maka akan terbongkar semuanya, terkait  siapa-siapa saja  yang makan Uang PDJT, siapa yang memaikan PDJT, hal itu  yang bakal terjadi kalau DUE DILIGENCE dilakukan oleh BPKAD melalui Jasa pihak ketiga. Namun Hanafi berkilah bahwa hal itu tidak ada perintah pimpinan, maksudanya Walikota Bogor.

Pada dasarnya  Walikota Bima Arya seharusnya memerintah BPKAD melaksanakan DUE DILIGENCE ke pihak ketiga, hal itu menjadi suatu kewajiban bagi Pemerintah Kota Bogor.  Untuk melaksanakan hal tersebut Walikota dan Sekdakot sebagai Ketua Tim Anggaran.  Pemerintah Daerah (TAPD) seharusnya DI RUNUTAN dalam hal ini ada dalam BAP keterlibatan di kasus PDJT termasuk saudara Hanafi di kapasitasnya.

Demikian pula Saudara Krisna dalam kapasitas yang menggunakan Dana APBD-P Rp. 5.5 M jelas bisa  terlihat oleh penyidik Kejaksaan Negeri Kota Bogor, dana dipakai dengan adanya:

1. Faktor Perbuatan Melawan Hukum (PMH) tentang DUE DILIGENCE.  2.Menggunakan Alokasi Dana bukan pada tempatnya, dana buat penyehatan malah  digunakan untuk bayar Konsultan yang tidak ada kegiatannya (fiktif)  3.Dana dipakai buat melantik Kabag dan Kasubag masa tidak bisa melihat Dana Rp. 5.5M  digunakan hanya untuk 2 kegiatan, selebihnya kemana uang itu bergulir, kami Husnuzhon  kepada saudara Krisna tidak mungkin berani melakukan tanpa adanya perintah atau  sepengetahuan pimpinan, dalam hal ini Walikota Bogor , saking pusingnya saudara Krisna  menghadapi SELERA WALIKOTA pada akhirnya mengundurkan diri, dan MUSTAHIL  WALIKOTA, SEKDA (PEMBUAT DAN PEMEGANG KEBIJAKAN),  INSPEKTORAT tidak mengetahui penggunaan bergulirnya Dana PDJT, pungkas Irinato. (dip/red)